Bangkitkan Kesadaran Rakyat: Saatnya Masyarakat Menjadi Subyek Pembangunan

23 September 2022

Forum Membangun Desa (Formades) menyerukan kebangkitan kesadaran rakyat agar tidak lagi menjadi sekadar obyek kebijakan dan pembangunan. Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal Formades, Agus Dadang Hermawan, menegaskan bahwa masyarakat harus mengambil peran sebagai subyek sejati—pemilik kedaulatan, sumber kebutuhan, dan penentu arah masa depan bangsa.

Menurut Agus, selama ini masyarakat desa masih terlalu sering diperlakukan sebagai penerima pasif dari berbagai program pemerintah. Banyak kebijakan lahir tanpa melibatkan partisipasi aktif warga, sehingga hasilnya sering kali tidak menjawab kebutuhan nyata dan justru memperpanjang ketimpangan sosial.

“Cukup sudah rakyat hanya dijadikan sasaran dan penonton dalam panggung kebijakan publik. Saatnya kita bangkit dan mengambil peran yang sesungguhnya. Kedaulatan rakyat tidak boleh hanya berhenti sebagai slogan,” tegas Agus Dadang Hermawan.

Formades menilai, keadilan sosial tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa ruang partisipasi rakyat yang sejati. Partisipasi, bagi mereka, bukan sekadar undangan untuk hadir, melainkan hak untuk menentukan arah kebijakan yang menyentuh kehidupan sehari-hari.

Agus menegaskan bahwa setiap kebijakan—mulai dari tingkat desa hingga nasional—harus berangkat dari aspirasi rakyat dan dirancang berdasarkan kebutuhan nyata. Tanpa itu, pembangunan hanya akan menjadi instrumen kekuasaan, bukan sarana kesejahteraan.

“Ketika rakyat menjadi subyek, maka keadilan tidak lagi berhenti di atas kertas. Ia harus hadir dalam bentuk akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan penghidupan yang layak,” ujarnya.

Formades mengingatkan bahwa musyawarah desa, forum konsultasi publik, hingga proses perencanaan pembangunan seharusnya tidak dijalankan sekadar formalitas. Partisipasi rakyat adalah ruh dari demokrasi, dan di sanalah letak legitimasi sejati dari sebuah kebijakan publik.

Lebih lanjut, Agus Dadang Hermawan menegaskan bahwa kekuatan rakyat terletak pada solidaritas dan kebersamaan. Ketika masyarakat bersatu dan menyadari haknya, maka tidak ada kebijakan yang terlalu besar untuk diubah, dan tidak ada ketidakadilan yang tidak dapat diperjuangkan.

“Bersama kita mampu, bersatu kita kuat. Tidak ada tembok kebijakan yang terlalu tinggi untuk kita lompati ketika rakyat bergerak serempak,” ujarnya.

Agus mengajak masyarakat untuk tidak lagi terjebak dalam sikap pasrah terhadap kebijakan yang tidak berpihak. Menurutnya, perubahan tidak akan datang dari atas, melainkan tumbuh dari bawah—dari rakyat yang berani bersuara, berorganisasi, dan memperjuangkan haknya secara kolektif.

“Ubah keluhan menjadi kekuatan, dan ketidakpuasan menjadi aksi nyata. Formades akan terus berdiri di garda depan, mengawal suara rakyat desa agar tidak diredam oleh kepentingan politik jangka pendek,” tegasnya.

Formades menilai bahwa keadilan sosial tidak boleh hanya menjadi retorika dalam pidato pejabat. Keadilan harus terasa dalam kehidupan rakyat—dalam harga hasil panen yang layak, pelayanan publik yang adil, dan kesempatan yang sama bagi setiap warga untuk hidup bermartabat.

“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan harus berpihak dan menyertakan rakyat. Tanpa itu, yang disebut kemajuan hanyalah milik segelintir orang,” tandas Agus Dadang Hermawan.

Bagi Formades, memperjuangkan kedaulatan rakyat berarti mengembalikan arah pembangunan agar bertumpu pada kebutuhan masyarakat, bukan pada kepentingan elite. Rakyat harus menjadi subyek, bukan obyek yang dikorbankan atas nama kemajuan.

Seruan Formades ini menjadi pengingat penting bahwa demokrasi sejati tidak berhenti di bilik suara, melainkan hidup di tengah rakyat yang sadar, berdaya, dan terlibat aktif.

Hanya dengan partisipasi yang sejati dan kesadaran kolektif, cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat benar-benar diwujudkan.

“Formades: Bersama Rakyat, Keadilan Ditegakkan!”